Guna memahami pengalaman yang terjadi dalam keseharian, individu membentuk representasi mental terkait dengan pengalamannya. Mekanisme pembentukan representasi mental telah lama menjadi topik yang menarik di kalangan peneliti bidang keilmuan kognitif. Berbagai studi mengenai hal ini, baik yang terjadi di masa lalu dan masa kini, terus berusaha memberikan penjelasan mulai dari mekanisme pembentukannya hingga manfaat dari representasi mental dalam kehidupan. Uraian berikut memberikan perjalanan kronologis terkait dengan pemahaman manusia mengenai representasi mental.
Definisi Representasi Mental
Representasi mental sangat erat hubungannya dengan pembentukan pengalaman di pikiran, yang umumnya terkait dengan proses penggambaran mental. Penggambaran mental (mental imagery) (yang dalam keseharian sering disebut dengan istilah “visualisasi”, “melihat dengan mata mental”, “mendengar (di) dalam kepala”, “membayangkan rasa” atau yang lainnya) merupakan pengalaman serupa-perseptual (quasi-perceptual), namun terjadi tanpa adanya stimulus eksternal. Pengalaman perseptual merupakan pengalaman yang terjadi di luar pikiran individu yang dapat dipahami (perceive) melalui panca indra. Penggambaran mental sering diyakini pula terjadi secara diniatkan, contohnya gambaran mental selalu merupakan gambar dari sesuatu, sehingga merupakan salah satu bentuk representasi secara mental. Pemahaman sebelumnya mengenai penggambaran mental secara visual, bentukan representasi yang paling sering diulas, diyakini disebabkan oleh kehadiran gambar yang menyerupai representasi (gambaran mental) di pikiran, jiwa atau otak, namun pemahaman tersebut tidak lagi diterima secara universal.
Sering kali pengalaman visual dipahami terkait dengan subjeknya seperti melalui gema, imitasi atau rekonstruksi dari pengalaman perseptual orisinal yang terjadi di masa lalu; ada pula mengenai kemungkinan pengalaman perseptual di masa depan yang diinginkan atau pun yang dihindari. Sehingga penggambaran diyakini sangat memainkan peranan yang sangat penting dalam pembentukan ingatan (Yates, 1966; Paivio, 1986) dan motivasi (McMahon, 1973).berbagai aspek lainnya dalam hidup individu. Juga diyakini memainkan peranan yang penting dalam proses berpikir visual-spasial, penciptaan/penemuan atau pemikiran kreatif. Menurut filosofi tradisional, penggambaran visual memainkan fungsi yang penting pada seluruh proses pemikiran dan menyediakan landasan semantik bagi bahasa. Pada abad ke-20 berbagai penolakan yang cukup serius dikemukakan pada filosofi ini, sehingga kini keberadaannya tidak lagi diakui.
Makna dan konotasi dari penggambaran mental
Penggambaran mental merupakan aspek keseharian dari pengalaman individu (Galton 1880). Sedikit individu yang menyatakan bahwa dirinya jarang atau bahkan tidak pernah secara sadar mengalami penggambaran mental (Galton, 1880). Bagi mayoritas individu hal ini merupakan karakteristik umum terkait dengan pengalaman yang terjadi di pikiran. Bahasa pun menyajikan kosa kata terkait dengan pengalaman ini, seperti; ‘visualisasi’, ‘melihat melalui mata mental’, ‘mendapatkan gambar di pikiran’, ‘pengambaran’, ‘melihat gambaran mental’ dan lainnya. Sangat sedikit jumlah mekanisme yang membahas mengenai fenomena serupa penggambaran pada modus sensorik lainnya, dan terdapat sedikit keraguan apakah hal tersebut dapat terjadi. Pengalaman serupa-penggambaran melalui modus sensorik selain visual sering dinyatakan sebagai ‘pembayangan’ (imagining) seperti sensasi rasa, aroma atau rasa pengecapan. Secara alternatif, karakteristik serupa-perseptual (quasi-perceptual) terhadap pengalaman perseptual dapat dinyatakan menggunakan bahasa sensorik yang berpadanan, contohnya ‘melihat’, ‘mendengar’, ‘merasakan’ atau yang lainnya.
Terlepas dari familiaritas dalam pengalaman, arti sesungguhnya dari ekspresi ‘penggambaran mental’ (mental imagery) relatif sulit untuk dinyatakan secara definitif dan perbedaan pemahaman terkait hal ini sering kali menambah kerancuan yang telah ada pada perdebatan panjang dan kompleks di kalangan filusuf, psikolog, dan ilmuwan bidang kognitif lainnya mengenai karakteristik dari penggambaran yang terjadi, fungsi psikologisnya (jika ada), bahkan pada keberadaannya penggambaran itu sendiri. Pada literatur filosofis dan ilmiah, ekspresi dari ‘penggambaran mental’ digunakan pada berbagai hal berikut (sering kali dinyatakan secara eksplisit):
(1) Pengalaman sadar yang serupa-peseptual
(2) Representasi menyerupai gambar yang bersifat hipotesis di pikiran dan/atau di otak yang memunculkan hal (1)
(3) Representasi internal dari berbagai jenis (menyerupai gambar atau lainnya) yang secara langsung memunculkan hal (1)
Telah banyak diskusi terkait dengan penggambaran mental visual yang gagal memberikan perbedaan definitif antara keyakinan bahwa individu memiliki pengalaman serupa-visual (quasi-visual) dan keyakinan bahwa pengalaman tersebut perlu dijelaskan dengan keberadaan representasi di pikiran atau di otak, yang mana pada beberapa aspek dapat menyerupai gambar. Teori gambar (pictorial theory) mengenai penggambaran secara mendalam terpatri dalam bahasa dan psikologi populer. Bahkan kota kata ‘image’ (bentukan dasar dari ‘imagine’, ‘imagining’) menyiratkan keberadaan gambar. Walaupun mayoritas dari individu dan para pakar kemungkinan tetap terus menerima sebagian dari teori gambar, banyak filusuf dan psikolog dari abad ke-20, dengan berbagai latar belakang teori, berargumen menentang hal tersebut. Bahkan pada beberapa kasus, mereka telah mengembangkan alternatif lain yang cukup mendetil, karakteristik tanpa gambar dan penyebab dari pengalaman penggambaran (imagery experience) (e.g., Sartre, 1940; Ryle, 1949; Pylyshyn, 1973, 1981, 2002a; Neisser, 1976; Slezak, 1995; Thomas, 1999b). Berbagai pihak lain juga perlu dicantumkan yang telah mengembangkan dan mempertahankan teori gambar secara memuaskan dalam menjawab berbagai kritik tersebut, misalnya Kosslyn, 1980, 1994; Tye, 1991. Namun terlepas dari berbagai pengembangan tersebut, banyak dari diskusi filosofi dan ilmiah mengenai penggambaran dan fungsi kognitif dapat atau tidak didasarkan pada asumsi yang sering kali tidak ternyatakan (dan tidak teruji), jika ada penggambaran mental, hal itu harus melibatkan gambar internal.
Bentukan lain di mana ekspresi ‘penggambaran mental’ (bersama dengan berbagai sinonimnya dalam keseharian) dapat saja salah arah, bahwasannya hal tersebut cenderung mengacu hanya pada fenomena serupa-visual (quasi-visual). Terlepas dari kenyataan bahwa kebanyakan diskusi ilmiah terkait dengan penggambaran, yang terjadi di masa lampau dan masa kini, berfokus secara ekslusif hanya pada modus visual, namun pengalaman serupa-perseptual (quasi-perceptual) pada modus sensorik lainnya juga sama nyatanya dan sering kali seawam dan sama pentingnya ditinjau dari aspek psikologis. Para peneliti bidang kognitif kontemporer secara umum mengenali hal ini, dan studi yang menarik dari penggambaran audio (auditory imagery), penggambaran kinestetik (kinaesthetic (or motor) imagery), penggambaran aroma (olfactory imagery), penggambaran sentuhan (haptic (touch) imagery) dan lainnya, dapat dijumpai pada beberapa literatur ilmiah terkini. Namun berbagai studi tersebut masih lebih sedikit secara kuantitas dibandingkan studi yang terkait dengan penggambaran secara visual. Namun demikian ‘penggambaran’ telah menjadi terminologi yang diterima, diantara ilmuwan kognitif, untuk pengalaman serupa-perseptual pada berbagai modus pengindraan (atau kombinasi di antara berbagai modus pengindraan).
Referensi:
Yates, F.A. (1966). The Art of Memory. London: Routledge and Kegan Paul.
Paivio, A. (1986). Mental Representations: A Dual Coding Approach. New York: Oxford University Press.
McMahon, C.E. (1973). Images as Motives and Motivators: A Historical Perspective. American Journal of Psychology (86) 465-90.
Galton, F. (1880). Statistics of Mental Imagery. Mind (5) 301-318. Cetak ulang tersedia di internet
Sartre, J.-P. (1940). The Psychology of Imagination. (Terjemahan dari bahasa perancis by B. Frechtman, New York: Philosophical Library, 1948.)
Ryle, G. (1949). The Concept of Mind. London: Hutchinson.
Pylyshyn, Z.W. (1973). What the Mind's Eye Tells the Mind's Brain: A Critique of Mental Imagery. Psychological Bulletin (80) 1-25.
Pylyshyn, Z.W. (1981). The Imagery Debate: Analogue Media Versus Tacit Knowledge. Psychological Review (88) 16-45.
Pylyshyn, Z.W. (2002a). Mental Imagery: In search of a theory. Behavioral and Brain Sciences (25) 157-182 (-237 including commentaries and reply). Cetak ulang tersedia di internet.
Neisser, U. (1976). Cognition and Reality. San Francisco, CA: W.H. Freeman.
Slezak, P. (1995). The “Philosophical” Case Against Visual Imagery. In P. Slezak,
T. Caelli, & R. Clark (Eds.) Perspectives on Cognitive Science: Theories, Experiments and Foundations. Norwood, NJ: Ablex.
Thomas, N.J.T. (1999b). Are Theories of Imagery Theories of Imagination? An Active Perception Approach to Conscious Mental Content. Cognitive Science (23)
207-245. Cetak ulang tersedia di internet.
Kosslyn, S.M. (1980). Image and Mind. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Tye, M. (1991). The Imagery Debate. Cambridge, MA: MIT Press.