Selasa, 08 Juli 2008

Penggambaran Dikaji Dari Psikologi Ilmiah

Ketika psikologi pertama kali muncul sebagai ilmu eksperimental pada departemen filosofi di berbagai universitas Jerman akhir abad ke-19, dan setelahnya berkembang ke Amerika Serikat, peranan utama dari penggambaran (imagery) pada kehidupan mental tidak lagi dipertanyakan. Bagi pelopor eksperimen ini, seperti Wilhelm Wundt di Jerman dan William James di Amerika, gambar mental (mental images) (dikenal sebagai ide, mengikuti penggunaan yang telah lama diyakini di tradisi filosofi empirik) memegang peranan utama yang sama pada penjelasan mengenai kognisi dan demikian juga pada psikologi filosofis di masa sebelumnya. Edward B. Titchener, salah seorang mahasiswa Wundt yang menjadi figur utama pada psikologi Amerika, sangat tertarik pada penggambaran dan eksperimen dilakukan oleh salah seorang mahasiswanya, C. W. Perky. Sering kali hal ini dianggap bahwa tidak ada perbedaan kualitatif berdasar eksperimen antara gambar mental (mental images) dan produk mental terkait stimulus eksternal (percept), namun investigasi lebih lanjut telah memunculkan keraguan mengenai kesimpulan ini.

Perkembangan di dunia psikologi pada permulaan abad ke-20 mulai memunculkan keraguan pada konsensus yang telah lama diyakini. Sekelompok psikolog yang bekerja di Würzburg, Jerman, dipimpin oleh mahasiswa Wundt lainnya, Oswald Külpe, mengklaim telah menemukan bukti empirik bahwa pemikiran sadar tertentu bersifat imajinatif atau perseptual. Hasil temuan mereka mengundang pertanyaan dari Wundt, Titchener dan lainnya, dan tidak pernah ternyatakan secara definitif. Namun demikian pertentangan yang terjadi, yang sering disebut sebagai kontroversi pemikiran tak bergambar (imageless thought), memiliki efek yang mendalam pada perkembangan psikologi ilmiah (dan juga pada bidang filosofi). Kebanyakan psikolog menjadi, sebagai efeknya, sangat disilusinasi dengan keseluruhan konsep mengenai penggambaran mental (mental imagery), dan menghindari secara sungguh-sungguh mengenai topik tersebut atau pada beberapa kasus yang ekstrim menyangkal keberadaannya. Prilaku ini secara nyata turut mempengaruhi bidang keilmuan yang lain, termasuk filosofi. Walaupun studi secara psikologis terkait penggambaran mental muncul kembali dengan kehadiran paham kognitif pada era 1960-an dan 70-an, ketika berbagai metode eksperimen baru bermunculan, pandangan dan penyikapan terhadap penggambaran mental tidak dapat dipahami secara baik tanpa memperhatikan aspek historis, versi yang mana sangat beragam akurasinya, dan telah berlanjut pada psikologi konvensional.

Aspek Niatan dari Penggambaran

Pada pendekatan yang lebih lazim, dengan sedikit sekali pengecualian (misalnya Wright, 1983), hampir semua diskusi mengenai penggambaran menerima sepenuhnya bahwa penggambaran terkait tentang, dari atau diarahkan pada sesuatu (Harman, 1998). Gambar mental (mental image) selalu merupakan gambaran dari sesuatu atau yang lain (apakah nyata atau tidak), selalu merupakan persepsi (apakah benar atau tidak) mengenai sesuatu (Anscombe, 1965). Kelebihan terkait aspek niatan inilah yang membuat penggambaran mental dianggap sebagai jenis dari representasi mental yang memainkan fungsi penting dalam proses pemikiran.

Juga umum diterima bahwa penggambaran pada kebanyakan bagian, dikendalikan secara sadar. Walaupun juga benar bahwa gambar sering muncul di pikiran secara spontan dan kadang sulit untuk mengubah penggambaran yang tidak diinginkan, contohnya kenangan mengenai sesuatu yang menyeramkan yang sering kali muncul di pikiran, kebanyakan individu hampir di setiap waktu dapat secara bebas dan sadar memunculkan dan memanipulasi penggambaran dari apapun yang disukai (dengan tentunya sebelumnya telah mengetahui penggambaran dari hal tersebut).

Ada juga pengalaman serupa-perseptual, seperti gambar yang muncul setelah stimulus visual berlalu (afterimages), yang mana bukan merupakan contoh dari pengendalian langsung dan memang tidak secara langsung menyatakan secara niat, namun hal ini umumnya (setidaknya secara implisit) dipahami sebagai fenomena unik yang berbeda dari penggambaran mental yang lazim.

Referensi

Wright, E. (1983). Inspecting Images. Philosophy (58) 57-72.

Harman, G. (1998). Intentionality. In W. Bechtel & G. Graham (Eds.), A Companion to Cognitive Science (hal. 602-610). Oxford: Blackwell.

Sabtu, 05 Juli 2008

Penggambaran dan Persepsi

Selain kerancuan yang telah diuraikan di bagian sebelumnya, terdapat pula kerancuan lain terkait dengan karakteristik penggambaran (imagery) seperti yang telah diuraikan di bagian pendahuluan. Jika penggambaran serupa dengan persepsi, maka pada derajat dan dimensi seperti apa suatu pengalaman dapat dikatakan sebagai penggambaran. Sementara penggambaran merupakan fenomena yang unik (sui generis), sehingga secara konsep berbeda dengan pengalaman perseptual, ataukah penggambaran dan persepsi hanya berbeda pada derajat dan bukan pada jenisnya.

Beberapa filusuf seperti Hume (1740), meyakini persepsi (dalam terminologinya impresi (impressions)) dan gambar (ideas) tidak berbeda dalam jenis, namun hanya penyebabnya secara historis dan derajat kejelasannya (vividness). Pandangan ini telah sering kali dikritik, yang terkini McGinn (2004). Penjelasan alternatif yang secara implisit tercantum pada banyak diskusi (dan dipertahankan secara eksplisit oleh Thomas (1997a, 1999b; simak juga Jastrow, 1899)), bahwa penggambaran terletak pada salah satu ujung spektrum yang merentang dari persepsi yang pasti, sangat dikendalikan oleh stimulus atau terkait dengan stimulus, pada satu sisi, dan pada sisi yang lain terdapat penggambaran “murni”, dimana isi dari pengalaman dihasilkan sepenuhnya oleh subjek dan lebih dikendalikan secara independen dari pengaruh stimulus. Beberapa ragam dari pengalaman perseptual imaginatif dapat saja dipilih untuk mengisi kontimum antara kedua ekstrim ini: persepsi yang keliru atau ilusif (membayangkan, contohnya semak-semak terlihat dalam kegelapan sebagai beruang), dan berbagai tipe dari melihat sebagai (seeing as) atau melihat pada (seeing in) yang bersifat tidak rancu (non-deceptive seeing), seperti membayangkan bahwa awan serupa bentuknya dengan unta atau ikan paus; melihat kesedihan di mata individu, atau melihat gambar rancu seperti yang diberikan pada contoh berikut.

Namun bagi filusuf yang lainnya seeperti Sartre (1936), Wittgenstein (1961), dan McGinn (2004) berargumentasi bahwa terdapat perbedaan konseptual yang tajam dan fenomenologis antara penggambaran dan persepsi. Lagi pula, seperti yang diargumentasikan pembayangan berada di bawah kendali individu dan tidak seperti persepsi. Jika individu diberikan penggambaran mengenai gajah, maka individu tersebut dapat membayangkan gajah kapanpun dan di manapun ketika ia menginginkannya. Namun ia tidak dapat memilih untuk melihat gajah kecuali ada gajah yang benar-benar ada didepannya. Konstrasnya, jika ada gajah di depannya maka tidak ada pilihan lain baginya kecuali melihatnya, terlepas dari apakah ia menginginkan atau tidak.

Lebih lanjut, diklaim (dalam perbedaan yang lebih tajam dibandingkan persepsi) individu tidak bisa menghasilkan informasi baru mengenai dunia melalui penggambarannya. Tidak ada gambar yang dapat mengandung apapun kecuali apa yang diletakan oleh si penggambar, yang mana pastilah telah ada di pikirannya ((Sartre, 1940; Wittgenstein, 1961). Namun pandangan negatif mengenai aspek epistemologi dari penggambaran ditolak oleh Kosslyn (1980, 1983), dan argumen yang diberikan oleh Sartre dan Wittgenstein pada hal ini telah dibantah pada detail yang diberikan oleh Taylor (1981).[2] McGinn (2004) yang berargumen bahwa walaupun Sartre dan Wittgenstein telah menyatakan pandangannya, terdapat pandangan yang asli dan penting yang melandasi apa yag mereka sampaikan. Informasi yang dihasilkan atau didapat dari penggambaran adalah berbeda dan dari jenis yang berbeda dengan informasi yang didapatkan melalui persepsi.

Referensi

Hume, D. (1740). A Treatise of Human Nature. (edisi ke-2 Oxford, editor L.A. Selby-Bigge & P.H. Nidditch. Oxford: Oxford University Press, 1978.)

McGinn, C. (2004). Mindsight: Image, Dream, Meaning. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Thomas, N.J.T. (1997a). Imagery and the Coherence of Imagination: a Critique ofWhite. Journal of Philosophical Research, (22) 95-127.

Thomas, N.J.T. (1999b). Are Theories of Imagery Theories of Imagination? AnActive Perception Approach to Conscious Mental Content. Cognitive Science (23)207-245.

Jastrow, J. (1899). The Mind's Eye. Appleton's Popular Science Monthly (54)299-312.

Sartre, J.-P. (1936). Imagination: A Psychological Critique. (Terjemahan dari bahasa Perancis oleh F. Williams, Ann Arbor, MI: University of Michigan Press, 1962.)

Sartre, J.-P. (1940). The Psychology of Imagination. (diterjemahkan dari bahasa Perancis oleh B. Frechtman, New York: Philosophical Library, 1948.)

Wittgenstein, L. (1961). Zettel. (Editor G.E.M. Anscombe & G.H. von Wright; terjemahan G.E.M. Anscombe.). Oxford: Blackwell.

Kosslyn, S.M. (1980). Image and Mind. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Kosslyn, S.M. (1983). Ghosts in the Mind's Machine: Creating and Using Images in the Brain. New York: Norton.

Taylor, P. (1981). Imagination and Information. Philosophy and Phenomenological Research (42) 205-223.